GEOMETRI INSIDENSI
Geometri insidensi berisi pembentukan
sistem aksioma dan sifat-sifat yang mendasari geometri tersebut. Setiap
geometri mengandung:
- Unsur-unsur tak terdifinisi
- Sistim aksioma yang mengkaitkan
unsur-unsur tak terdifinisi itu.
- Difinisi-difinisi.
- Teorema –teorema yang dapat
dijabarkan dari butir-butir (1), (2), dan (3) diatas
Geometri Insidensi ini dapat dikatakan
mendasari geometri Euclides yang kita kenal semua. Menurut David Nilbert,
Geometri Euclides didasarkan pada 5 kelompok aksioma yaitu:
I.
Kelompok
aksioma insidensi
II.
Kelompok
aksioma urutan
III.
Kelompok
aksioma kongruensi
IV.
Aksioma
kekontinuan
V.
Aksioma
kesejajaran Euclides
PEMBENTUKAN
GEOMETRI INSIDENSI
Untuk membangun sebuah geometri diperlukan unsur-unsur tak terdifinisi. Unsur-unsur tak terdifinisi ini kita
sebut:
a.
Titik
b.
Himpunan
titik-titik yang kita namakan garis
c.
Himpunan
titik-titik yang kita namakan bidang
Jadi ada 3 unsur tak terdifinisi yaitu:
titik, garis dan bidang. Ketiga unsur ini dikaitkan satu sama lain dengan
sebuah sistim aksioma yaitu sistem aksioma insidensi.
Ada 6 buah
aksioma yaitu:
I.1
Garis adalah himpunan titik-titik yang mengandung paling sedikit dua
titik
I.2
Dua titik yang berlainan terkandung dalam tepat satu garis
I.3
Bidang adalah himpuan titik-titik yang mengandung paling sedikit tiga
titik yang tidak terkandung dalam satu garis ( tiga titik tak segaris)
I.4
Tiga titik yang berlainan yang
tak segaris terkandung dalam satu dan tidak lebih dari satu bidang
I.5
Apabila sebuah bidang memuat dua titik berlainan dari sebuah garis,
bidang itu akan memuat setiap titik pada garis tersebut ( garis terletek pada
bidang)
I.6 Apabila dua bidang bersekutu pada sebuah
titik maka kedua bidang itu akan
bersekutu pada titik kedua yang
lain
Definisi:
Sebuah himpunan titik-titik bersama
dengan himpunan bagian seperti garis dan bidang
yang memenuhi sistem aksioma 1 sampai
dengan 6 disebut suatu geometri insidensi
Teorema 1
Dua garis yang berbeda bersekutu atau
berimpit pada paling banyak satu titik
Definisi:
Sebuah garis yang memuat titik A dan
titik B yang terletak pada ujung lain disebut
garis AB.
Teorema 2
Apabila titik A tidak pada garis BC maka
titik A, titik B, titik C berlainan dan tidak
kolinear.
Bukti.
Menurut ketentuan titik B ≠ titik C . Andaikan titik A = titik B oleh
karena B
BC ( B pada garis
BC ), maka A
BC . berlawanan dengan yang diketahui
sehingga pengummpamaan A = B adalah tidak benar. Maka haruslah A = B. Begitu
pula dengan cara yang sama A= C. Jadi A,B dan C berlainan .
Andaikan A,B dan C segaris, sehingga ada
garis g yang memuat A, B dan C. Oleh karena g memuat B dan C dan B = C maka g =
BC jadi A
BC ini berlawan dengan yang diketahui, sehinggga perumpamaan
bahwa A,B dan C segaris tidak benar. Ini berarti A,B dan C tidak kolinier.
Teorema 3.
Sebuah garis dan sebuah titik yang tidak
pada garis itu termuat tepat dalam satu bidang
Bukti:
Andaikan titik A dan garis g dengan A
g .( A tidak pada g ) Menurut I.1 ada dua
titik berlainan misalkan B dan C pada g.
Sehingga g = BC. Jadi A
BC. Menurut teorema
F.2 A,B,C berlainan dan tidak segaris, menurut 4 A,B dan C termuat dalam sebuah bidang V. Oleh
karena B
V, C
V, maka menurut I.5, BC = g
V ( V memuat g ). Andaikan ada bidang lain V’ yang memuat g
dan A . Jadi V’ memuat pula B dan C . Ini bearti V’ memuat A,B dan C . Menurut
I.4 V’ = V . Ini berarti V satu-satunya bidang yang memuat g dan A
Definisi
- Andaikan A
- Andaikan A,B dan C berlainan dan tak
kolinear . Satu-satunya yang memuat A, B dan C kita tulis sebagai bidang
ABC.
Definisi
Dua garis l dan m
dinamakan sejajar apabila:
- l dan m termuat dalam satu bidang
- l dan m tidak memiliki titik sekutu (
titik temu)
Teorema akibat :
Apabila l //
m maka l dan m termuat dalam tepat satu
bidang
Bukti
Menurut definisi,
ada sebuah bidang V yang memuat l dan m. Andaikan V’ juga memuat l dan m ;
andaikan A
m , maka V’ dan V
memuat l dan A . Menurut Teorema 3 V’ = V
Teorema 4
Jika dua garis yang berbeda berpotongan,
kedua garis itu termuat dalam tepat satu bidang
Bukti
Andaikan l dan m
garis berbeda yang berpotongan tersebut ; andaikan A
l dan A
m ( sebab l dan m
berpotongan ). Menurut 1 ada B
m dan B = A , B
l . maka ada sebuah bidang V yang memuat l dan
B . Oleh karena V memuat l maka V memuat
A, sehingga memuat m . Jadi V memuat l dan m
Teorema 5
Apabila dua bidang yang berlainan
berpotongan maka himpunan titik potongnya adalah sebuah garis
Bukti
Andaikan P dan Q
dua bidang yang berbeda dan yang berpotongan, andaikan A salah satu ttitik
temunya jadi A
P dan A
Q , maka ada titik
kedua B dengan B
P dan B
Q, jadi AB = P , ini berarti tiap titik AB memuat di P dan di
Q
Akan dibuktikan P
Q = AB . Telah dibuktikan diatas bahwa AB
P
Q tinggal membuktikan
bahwa P
Q
AB .Andaikan C
P
Q Andaikan C
AB , oleh karena AB
dan C termuat dalam P dan dalam Q maka P = Q . Bertentangan dengan yang
diketahui jadi permisalan C
AB tidaklah benar ,
sehingga C
AB . Ini berarti bahwa P
Q
AB. Oleh karena itu telah terbukti nahwa AB
P
Q maka P
Q = AB
Akibat :
Apabila ada garis
g
V dan g
W, maka g = V
W
Definisi
Dua bidang V dan
W disebut sejajar apabila V dan W tidak memiliki titik temu ( titik potong)
Teorema 6
Apabila bidang P sejajar bidang Q dan bidang
R memotong bidang P dan bidang Q maka himpunan P
R dan Q
R adalah garis-garis
yang sejajar
Bukti
Pertama akan dibuktikan bahwa P
R dan Q
R adalah garis –garis.
Untuk itu dibuktikan bahwa P dan R berlainan dan Q dan R juga berlainan.
Andaikan P
R . Oleh karena R memotong Q maka ini berarti P memotong Q .
Ini tak mungkin jadi haruslah P
R , ini berarti P
R adalah sebuah garis
l. Begitu pula Q
R adalah sebuah garis
m ; l dan m termuat dalam satu bidang yaitu R, andaikan l dan m berpotongan,
misalnya l
m = A
maka A
P dan A
Q . Jadi P dan Q
bertemu di A ; tak mungkin . Jadi l dan m terletak pada satu bidang dan tidak
memiliki titik temu. Ini berarti l //m.
Definisi
- Apabila garis-garis g1, g2,....,
gn bertemu pada satu titik dinamakan garis g1, g2,....,
gn konkuren
- Apabila bangun geometri B1,
B2, ..., Bn terletak pada satu bidang ; kita namakan
bangun-bangun itu sebidang atau koplanar
Teorema 7
Apabila tiap dua garis dari sekelompok
tiga garis koplanar, akan tetapi tidak bertiga koplanar maka ketiga garis itu
konkuren atau tiap dua garis diantaranya sejajar
Bukti
Andaikan tiga garis itu l, m dan n ;
andaikan l, m di bidang P , m, n dibidang Q dan l ,n di bidang R . Akan
dibuktikan P, Q, R berlainan. Andaikan P = Q maka l,m,n sebidang, ini tak mungkin,
jadi haruslah P ≠ Q , begitu pula Q ≠ R
dan P ≠ R ,
oleh karena itu maka P
Q = m , Q
R = n, P
R ≠ l, andaikan l
m = A dan A
l ,maka A
R dan
A
P . Oleh karena A
m maka A
P dan A
Q . Jadi A
Q dan A
R ini berarti bahwa A
n. Sehingga apabila dua garis diantara l,mdan n berpotongan
maka tiga garis itu konkuren.
Apabila tiap dua garis diantara l, m,
dan n tidak berpotongan, maka berhubung tiap dua garis itu sebidang, tiap dua
garis tersebut sejajar
Teorema akibat
Apabila l //m dan A tidak terletak dalam bidang yang memuat
l dan m, maka ada garis tunggal n yang memuat A sehingga n //l dan n //m
Bukti
Ada bidang P yang memuat l dan A dan ada
bidang Q yang memuat m dan A, maka P = Q sebab A tidak terletak pada bidang yang
memuat l dan m, andaikan P
Q = n, maka n // l dan n // m.
Dibuktikan n tunggal. Andaikan n’ garis
lain yang memuat A dan n’ // l dan n’ // m maka
n’ dan l sebidang dibidang R. Maka R harus memuat l dan A . Jadi R = P .
Jadi n’
P begitu juga n’
Q , sehingga n’ = n
GEOMETRI TERURUT
(TEORI URUTAN PADA GARIS)
Kita
telah rumuskan teori dasar insidensi, dan sekarang kita berada pada
permasalahan meletakkan teori
urutan dalam geometri
sebagai dasar yang
kuat. studi relasi urutan titik pada suatu garis
1. Konsep Urutan
Urutan merupakan
salah satu ide
matematis yang paling
dasar. Kita menemukan urutan
dalam bentuk aljabar saat
kita belajar menghitung,
dalam bentuk geometrik saat kita mengamati bahwa suatu objek berada
disebelah kiri objek lainnya atau
objek tersebut berada diatara dua
objek lainnya atau berada
di sisi lintasan
yang berlawanan dari objek
lainnya. Seperti yang
telah kita pelajari sebelumnya, teori insidensi gemetrik
dapat dikembangkan, tetapi
geometri diperkaya dengan pengenalan mengenai
konsep urutan. Hal
ini jelas diperlukan
sebagai studi posisi relativf titik
pad a garis, tetapi
penting juga sebagai
definisi dan studi
ban yak ide nonlinier’ yan g penting. Tanpa konsep urutan, kita tidak mampu
mengklarifikasi ide tentang
arah, pemisahan, dan
interioritas-tanpa geometri, kita
bahkan tidak mampu mendefinisikan segitiga
Ada dua cara dalam
mempelajari konsep dalam
teori matematis;
1. Untuk
mendefinisikan konsep
sehubungan dengan maksud
dasar lainnya;
2. Untuk
menganggap konsep sebagai maksud dasar dan mengkarakteristikan konsep
dengan
postulat yang sesuai. Tampaknya sulit
untuk mendefinisikan ide
urutan
sehubungan
dengan titik, garis bidang-jadi kita akan gunakan prosedur
yang kedua.
Ada
dua teori urutan
yang terkenal yang
disebut dengan teori
precedence (yang lebih didahulukan) dan teori betwenness (ke-antaraan).
Pada teori yang pertama elemen
suatu himpunan “diurutkan”
d engan menspesifikasi relasi
dua suku (atau biner)
yang disebut precedence, misaln ya “ke sebelah kiri dari” dalam himpunan titik pada
garis, atau “lebih
besar dari” untuk
himpunan bilangan rasional. Dalam teori kedua,
relasi tiga suku
(atau ternary) yang
disebut ke-antaraan dispesifikasikan dalam suatu
himpunan, sebagai contoh,”
ke-antaraan untuk titik
dalam garis. Tentu saja dalam setiap teori, postulat yang
sesuai dapat saja diasumsikan. Kalau dinyatakan secara formal, teori precedence
meliputi relasi dua suku a<b (dibaca a
mendahului b, bukan a kurang dari b) dan himpunan dasar S
yang memiliki elemen a, b, c,… yang
memenuhi postulat berikut ini:
P1. a<a akan selalu salah
P2. a< b, b<c secara tak langsung menyatakan a <c
P3. jika a
dan b keduanya berbeda maka salah satu dari relasi a<b, b<a akan berlaku
:
Dalam
aljabar, teori urutan didasarkan atas hubungan mendahului dari pada ke-antaraan
karena sifatnya yang lebih sederhana. Dalam geometri, tampaknya lebih alami
menggunakan ke-antaraan sebagai pondasinya. Karena dalam bidang tersebut, tidak
ada relasi mendahului yang unik untuk titik dalam garis; lebih alami
mengurutkan titik tersebut dalam hubungan “ke bagian kiri dari “ sebagai relasi
invers “ ke bagian kanan dari’.
Kenyataannya
tidak ada metode geometrik intrinsic yang digunakan untuk membedakan
relasi-relasi ini. (garis tidak hanya dengan membentuk garis ke arah kiri atau
kanan saja). Selanjutnya, karena ada banyak garis dalam geometri, perlu dipilih
relasi mendahului diantara semua garis, dan tidak ada cara yang alami untuk
mengikat relasi ini secara bersama. Dasar teori urutan dalam geometri tentang
ke-antaraan mencoba menghindari kesulitan tersebut dan me nampakkan
kealamiannya dalam setiap kasus.
2.
Postulat untuk Ke-antaraan
Ada banyak sistem postulat untuk ke-antaraan yang
dipilih untuk bahasan ini yang cukup sederhana, tidak sulit diingat, dan dapat
memfasilitasi generalisasi pembelajaran urutan dalam bidang dan ruang. Kita
pertimbangkan geometri insidensi umum yang memenuhi 11-16, dan memperkenalkan
maksud dasar tambahan ‘antara’ yang
disimbolkan dengan (abc) yang dibaca titik a, b, c berada pada urutan abc atau
b diantara a dan c. (postulat E pada bab 9 tidak diasumsikan). Kita asumsikan bahwa relasi’antara’
memenuhi postulat berikut ini;
B1. (
sifat simetri) (abc) secara tak langsung menyatakan (cba)
B2. (sifat
antisiklik) (abc) secara tak langsung menyatakan ketidakbenaran dari (bca)
B3.
(kohenrensi linier) a, b, c berbeda dan kolinier jika dan hanya jika (abc),
(bca), atau
(cab)
B4. (sifat
pemisahan) misalkan p kolinier dan berbeda dari a, b, c, maka (apb) secara tak
langsung menyatakan (bpc) atau (apc) tetapi
tidak keduanya
B5.
(eksistensi) jika a ¹b ada x,y,z sedemikian sehingga (xab), (ayb), (abz).
Postulat
ini pantas mendapatkan beberapa catatan. Perhatikan bahwa postulat ini
disajikan dengan diagram yang mudah dibuktikan secara diagram. Perhatikan B1 merupakan
sifat simetri yang sederhana, yang menyatakan bahwa kita dapat secara simetri mempermutasikan
elemen dalam relasi (abc) tanpa mengganggu kevaliditasannya. B2 menyatakan
bahwa kita dapat merusak kevaliditasan (abc) jika kita gunakan permutasi siklik
yang menggantikan a,b,c dengan b,c,a. Postulat B3 menghubungkan ide dasar
antara dengan ide dasar titik dan garis dalam teori insidensi.Tanpa beberapa
sifat tersebut, kita menjadikan dua teori menjadi bagian terpisah-satu untuk
insidensi dan satu untuk keantaraan. B3 mudah diingat karena relasi urutan yang
terlibat adalah permutasi siklik (abc).
B3.1.
(abc) secara tak langsung menyatakan a, b, c berbeda dan kolinier
B3.2. jika a, b, c berbeda dan kolinier maka
(abc), (bca) atau (cab)
Sesungguhnya B3 ekivalen dengan B3.1. dan B3.2 dan
merupakan formulasi untuk kedua sifat ini. B4 merupakan bentuk linier atau satu
dimensi dari postulat Pasch (Bab 11, sub Bab 1) yang diformulasikan sebagai
sifat segitiga. Postulat tersebut dianggap postulat pemisahan lemah. Jadi, cara
membaca (abc) adalah b memisahkan a dari c. maka konklusi B4 menyatakan: jika
p memisahkan a dari b, maka p pasti memisahkan a atau b dari c, tetapi tidak
keduanya. Jadi, c harus berada pada sisi p yang berlawanan dengan a atau
dengan b, tetapi tidak keduanya. Perhatikan bahwa dalam B4 tidak ada asumsi
yang dibuat tentang keberbedaan a, b, d; dan bahwa asumsi tersebut valid,
misalnya jika b=c. B5 diperkenalkan untuk menjamin eksistensi titik yang ada
dalam bahasan kita. B5 berguna untuk
mencegah teori menjadi trivial.
3.
Sifat ke-antaraan Elementer
Dalam sub bab ini, kita mendiskusikan sifat urutan
tiga titik. Diantaranya adalah B3.1 dan B3.2 dari sub bab 2. dari B3.1. (dalam
pandangan postulat insidensi), kita secara mudah dapat menurunkan
prinsip-prinsip di bawah ini:
i.
(abc)
secara tak langsung menyatakan ab=bc=ac
ii.
(abc)
secara tak langsung menyatakan bahwa ab memuat c, bc memuat a, ac memuat b
Diberikan relasi ke-antaraan, katakanlah (abc), akan kita tanyakan relasi keantaraan
mana yang mengikuti relasi ini. B1 dan B2 memberikan jawaban yang
parsial. Pertanyaan selengkapnya
diperoleh dalam
Teorema 1. (abc) secara tak langsung menyatakan (cba), dan
(abc) secara tak langsung menyatakan
ketidakbenaran dari (bca), (bac), (acb) dan (cba).
Bukti: (abc) secara tak langsung menyatakan (cba)
menurut B1. (abc), (cba)
memplikasikan ketidakbenaran dari (bca), (bac)
menurut B2. Anggaplah (acb);
maka menurut B1, (bca) yang salah. Karenanya
(acb) pastilah salah. Argumen
serupa membuktikan bahwa (cab) salah.
Corollary. (abc) jika dan hanya jika (cba). Yakni
(cba) dan (cba) adalah Ekivalen.
Hal ini terbukti, dalam artian, teori urutan untuk
tiga titik. Selanjutnya (lihat sub bab 15 di bawah ini) kita diskusikan teori
urutan untuk 4 titik. Kita lanjutkan sekarang dengan menggunakan teori urutan
untuk mendefinisikan dan mempelajari segmen dan garis berarah.
4.
Segmen
Bangun geometrik yang paling sederhana dan
terpenting, setelah garis adalah segmen, yang mudah didefiniskan dalam istilah
urutan:
Definisi, jika a ¹b, himpunan semua titik x sedemikian sehingga
(axb) disebut segmen ab, yang dinotasikan ab , a dan b disebut titik
ujung segmen ab, yang dikatakan menghubungkan a dan b.Perhatikan bahwa segmen
seperti yang didefinisikan, merupakan himpunan titik. Kita bahkan tidak dapat
mengukur segmen atau membandingkan segmen berukuran lebih kecil atau besar.
Teorema
2. jika a ¹b maka
i.
ii.
merupakan subset dari
iii. a, b,
bukan elemen dari
,
bukan
himpunan kosong
Bukti.
(i)
menyatakan bahwa
dan ba merupakan himpunan yang identik. Hal ini berarti bahwa
himpunan tersebut terdiri atas elemen yang sama. Artinya, setiap elemen
merupakan elemen
, dan
konversinya, setiap elemen
merupakan elemen
Dengan menggunakan simbol, kita harus
membuktikan bahwa jika x berada pada
, maka juga harus berada dalam
, dan berlaku pula konversinya. Menurut definisi
, x nerada dalam
jika (axb). Lalu x juga berada pada ba jika (bxa). Jadi harus
dibuktikan bahwa (axb) secara tak langsung menyatakan (bxa) dan konversinya
juga berlaku. Yakni (axb) dan (bxa) ekivalen. Hal ini berlaku menurut corollary
teorema 1. Jadi, kita simpulkan
(ii) Kita
harus tunjukkan bahwa setiap elemen ab berarti (axb). Hal ini
secara tak langsung menyatakan, seperti
yang didiskusikan di sub bab 3, bahwa x berada pada
, dan
bukti telah lengkap.
(iii)
Anggaplah a merupakan elemen
. Maka menurut definisi
, kita
mendapatkan
(aab), yang kontradiksi dengan B#1. Jadi a bukan elemen dari
.
Hal ini
juga berlaku untuk b.
(iv) Hal
ini berarti bahwa
setidaknya
memiliki satu elemen. Karena a ¹b,
ada suatu
titik x sedemikian sehingga (axb) menurut B5. Menurut definisi, x berada
pada
, dan bukti telah lengkap.
Catatan. Sifat (iii) meenyatakan bahwa segmen
seperti yang didefinisikan, tidak memuat titik ujung. Studi sekolah geometri
mendiskusikan bahwa segmen memuat titik-titik ujungnya. Tidak ada kontradiksi:
disini kita memiliki dua konsep terhubung yang disebut segmen terbuka dan
segmen tertutup. Ternyata lebih mudah mempelajari segmen terbuka, karena mudah
dikonversikan menjadi tertutup dengan menghubungkan titik ujung, dan
kebalikannya menjadi terbuka dengan menghilangkan titik ujungnya. Secara umum,
bangun geometrik “terbuka”tampaknya lebih mudah dipelajari daripada yang
tertutup karena lebih umum; tidak ada titiktitiknya yang merupakan titik batas.
5.
Garis Berarah
Garis berarah muncul secara implisit dalam Euclid
dalam bentuk sisi suatu sudut. Garis
berarah dapat dijelaskan sebagai lintasan yang diikuti oleh titik yang dimulai
dari suatu titik dan bergerak tak berujung pada suatu arah yang diberikan.
Gambar
10.1
Jika titik awal adalah a, dan b merupakan titik
pada arah yang diberikan dari a, maka
garis akan terdiri atas semua titik antara a dan b, dan bersama dengan b, semua
titik diluar b yang relatif terhadap a (gb 10.1).
Gambar
10.2
Ada bentuk konstuksi lainnya. Untuk menjelaskan
hal tersebut, misalkan a merupakan titik
awal, tetapi anggaplah arah yang diberikan ternyata berlawanan dengan arah sebelumnya, yakni dari a secara
langsung berlawanan dengan titik b (Gambar 10.2). maka garis akan terdiri atas
semua titik “diluar” a “yang relative terhadap” b. Kedua bentuk konstruksi
tersebut (atau definisi) ternyata penting dan diperlukan dalam perkembangan.
Bentuk pertama tampaknya lebih natural, tetapi melibatkan tiga komponen
terpisah; bentuk kedua, yang banya melibatkan komponen yang lebih sederhana.
Jadi, kita mendasarkan definisi garis menurut konstruksi kedua-karena akan kita lihat, bentuk pertama
ternyata harus gagal.
Definisi. Jika a¹b, himpunan semua titik x sedemikian sehingga
(xab) disebut garis berarah dan dinotasikan dengan a/b, dibaca a atas b.
kadang-kadang a/b disebut perpanjangan atau prolongasi
diluar
a. titik a dikatakan
titik ujung garis a/b.
Catatan. Perhatikan bahwa garis didefinisikan
sehubungan dengan titik dan ke-antaraan. Deskripsi intuitif sehubungan dengan
“arah” yang dihasilkan, menurut analisis, merupakan definisi formal dimana “arah”
tidak muncul. Akan tetapi, ide arah tetap menjadi bagian substruktur
pengetahuan geometrik: ide tersebut membantu kita mengerti dan mengasimilasikan
sifat garis dan bahkan membuka pemikiran akan sifat yang baru.
Definisi diatas tentang garis dimotivasi oleh ide
mengenai arah. Dengan memformalisasikan konsep garis, kita dapat menggunakan
konsep tersebut dan kita
bisa
memberikan arah yang tepat. Misalkan, kita mendefinisikan “b” dan c berada pada
arah yang sama dari a untuk mengartikan bahwa b dan c memiliki arah
sinar yang sama dengan titik ujung a. Ide yang lebih sulit bahwa arah dari
a ke b adalah sama seperti dari c menuju d (dimana a, b, c, d merupakan
titik-titik yang kolinier) dapat didefinisikan sehubungan dengan konsep
garis berarah (lihat latihan 3 pada akhir bab). Sekarang kita lihat
analogi parsial dari teorema 2 untuk segmen
Teorema
3. jika a¹b, maka
i. a/b,
b/a merupakan subset dari ab
ii. a, b bukan elemen dari a/b
iii. a/b
merupakan himpunan tak kosong
Bukti.
(i) kita buktikan a/b merupakan subset dari ab dengan menunjukkan bahwa setiap
elemen a/b juga elemen dari ab. Misalkan x merupakan elemen a/b. menurut
definisi a/b, kita mendapatkan (xab). Hal ini secara tak langsung menyatakan
bahwa x berada pada ab. Jadi a/b merupakan subset ab. Hal yang serupa juga
berlaku untuk b/a.
(ii). Lanjutkan seperti pada teorema 2,
asumsikan a (atau b) berada pada a/b dan dapatkan suatu kontradiksi
(iii) gunakan B5 seperti dalam teorema 2.
Perhatikan
dalam pandangan (ii), bahwa garis berarah serupa dengan segmen , merupakan
bangun” terbuka”-tidak mengandung titik ujung. Bagian ini menyelesaikan teori
urutan pada garis. Setelah menurunkan sifat
ke-antaraan elementer, kita perkenalkan bangun linier dasar, segmen dan
garis berarah dan mempelajari sifatnya yang paling sederhana. Untuk
memfasilitasi studi yang lebih mendalam mengenai teori urutan ini, kita
simpangkan bahasan kita dengan menghadirkan elemen teori himpunan.
6.
Dekomposisi Suatu Garis yang ditentukan oleh dua titiknya
Sekarang kita persiapkan diri membuktikan beberapa
sifat urutan, seperti yang diasumsikan Euclid, yang telah didiskusikan di Bab
1. Pertama akan ditunjukkan bahwa dua titik dari suatu garis akan menyebabkan
pecahnya menjadi satu segmen dan dua garis berarah.
Teorema
4. Jika a¹b maka ab=a/b È
È b È b/a, dan dua suku
di sebelah kanan tanda sama dengan adalah saling asing.
Gambar 10.3
Bukti.
Misalkan S menunjukkan himpunan a/b È a È
È b È b/a. Kita buktikan S = ab dengan menunjukkan
bahwa S Ì ab dan konversinya ab Ì S. Menurut teorema 2 dan 3, setiap
, a/b, b/a merupakan subset dari ab. Karena a,b Ì ab, maka S Ì ab,
Sekarang
kita tunjukkan ab Ì S. misalkan x Ì ab. Jika x=a, atau x=b, maka x berada dalam S. jika x ¹a, b maka menurut B3.2, (abx), (bxa) atau
(xab). Pertama, anggaplah (abx). Maka B1
secara tak langsung menyatakan (xba) dan x Ì b/a menurut
definisi garis berarah. Karenanya x Ì S. selanjutnya, anggaplah (bxa).
Maka x Ì
=
, sehingga x Ì S. jadi, jika (xab)
maka x Ì a/b; karenanya
x ÌS. jadi setiap titik dari ab berada pada S, atau ab ÌS. Kita simpulkan S = ab. Menurut hipotesis, a ¹b. menurut teorema
2 dan 3 aË
, a/b, b/a dan bË
, a/b, b/a. Anggaplah
dan a/b tidak
saling asing. Misalkan x
adalah titik yang dimiliki kedua
himpunan itu. Maka (axb) dan (xab), yang kontradiksi dengan teorema 1.
Karenanya
dan a/b saling asing. Serupa pula, untuk
dan b/a. jadi, jika x dimiliki oleh a/b, b/a maka (xab) dan (xba), yang
kontradiksi dengan teorema 1. Karenanya a/b, b/a saling
asing dan bukti telah lengkap.
7.
Penentuan Garis Berarah
Garis a/b ditentukan dengan menspesifikasi titik
ujung a dan titik kedua b, tetapi b tidak berada pada garis a/b (teorema 3).
Relasi antara konsep garis berarah dan ide arah menyatakan bahwa a/b dapat
ditentukan dengan menspesifikasi titik
ujung a dan satu dari titiknya, katakanlah c-karena dirasa c terletak
pada arah yang unik dari a. Hal ini
ditetapkan dalam cororllary 1 di di bawah ini. Corollary 1 menghasilkan
definiasi (dan notasi) untuk cara baru penentuan garis berarah, yang dihubungkan dengan formulasi asal dalam
corollary 3, 4, 6, 7. Kunci untuk diskusi lebih lanjut adalah teorema 5, yang
dapat dinyatakan:
Jika dua garis berarah dengan sama titik ujung
memiliki titik yang dimiliki bersama, maka mereka pasti saling berimpit.
Teorema
5. jika p/a bertemu
dengan p/b maka p/a=p/b.
Gambar
10.4
Bukti. Pertama kita tunjukkan bahwa (apb) salah
dengan menggunakan B4.
Misalkan c Ì p/a, p/b. Maka (cpa) dan (cpb), sehingga p¹c, a, b dan p kolinier dengan c, a, b. jadi menurut B4, (cpa) secara tak langsung
menyatakan (cpb) atau (apb) tetapi tidak keduanya. Karenanya (cpb), maka (apb)
salah. Sekarang kita tunjukkan bahwa p/a Ì p/b. misalkan x Ì p/a; maka (xpa). Kita tunjukkan (xpb) dengan
menggunakan B4. karena p¹x, a, b dan p kolinier dengan x, a, b, dengan menggunakan B4 (xpb) atau
(apb). Karena (apb) salah, (xpb) terjadi sehingga x Ì p/b. jadi, p/a Ì p/b. jika kita tukar a dan b dalam argumen ini,
kita peroleh p/b Ì p/a. jadi p/a=p/b.
Corollary
1, jika p ¹ a, ada satu dan hanya satu garis berarah
dengan titik ujung p yang memuat a.
Bukti. Karena p¹a, menurut B5, ada titik x sedemikian sehingga
(apx). Jadi aÌp/x dan p/x
merupakan garis berarah dengan sifat yang diinginkan. Karena sebarang garis
berarah dengan titik ujung p akan memiliki bentuk p/y, anggaplah p/y memuat a.
maka p/x bertemu dengan p/y dan menurut teorema tersebut, p/x=p/y.
Hasil ini
menetapkan permasalahan penentuan garis berarah. Dapat dinyatakan dengan: garis
berarah ditentukan dengan menspesifikasi titik ujung dan satu dari
titik-titiknya. (tentu saja dua titik tersebut harus berbeda). Dapat
diekspresikan dengan istilah “global” sebagai berikut: himpunan semua titik,
yang tidak termasuk titik p yang diketahui, dikatakan “tercakup” oleh himpunan
garis berarah dengan titik ujung p.
(a)
(b)
Gambar 10.5
Pengantar konsep garis berarah (sub bab 5)
mencakup dua konstruksi informal yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
(A) mulai
dari titik a dan bergerak tidak berujung dalam arah yang diberikan oleh titik b (gb 10.5 (a)).
(B) Mulai
dari a dan bergerak tidak berujung dalam arah yang berlawanan dengan b (gb 10.5 (b)). Konstruksi (B) menghasilkan
definisi garis berarah dalam bentuk a/b. sekarang Corollary 1 memudahkan kita
memformalisasikan (a).
Definisi. Jika p ¹ a, garis berarah unik dengan titik ujung p yang
memuat a dinotasikan dengan pa dibaca
“garis berarah pa atau panah pa’.
Corollary
2. M
isalkan R
adalah garis berarah dengan titik ujung p. maka aÌR secara
tak langsung menyatakan R =
.
Bukti. Menurut Teorema 3, p ¹ a. R merupakan garis berarah dengan titik
ujung p yang memuat a. menurut corollary 1, R hanya satu-satunya garis berarah.
Jadi menurut definisi R adalah
.
Hal ini
dapat diekspresikan secara lebih tegas dengan menggunakan bentuk khusus untuk R, misalnya: Jika a Ì p/x maka p/x =
Corollary
3. sebarang garis berarah
p/x dengan titik ujung p dapat diekspresikan dalam bentuk
.
Bukti. Menurut teorema 3, p/x tidak kosong dan
memuat titik a. jadi p/x = pa .
Corollary 4. (apb) secara tak langsung
menyatakan
= p/b,
= p/a.
Bukti. (apb) secara tak langsung menyatakan a Ì p/b. menurut corollary 2, p/b=
. Menurut B1 (apb)
secara tak langsung menyatakan (bpa) dan argument diatas menghasilkan p/a =
.Hasil ini
sangatlah berguna; hasil ini memudahkan kita mengkonversikan garis berarah dari
bentuk ‘panah’ menjadi bentuk pecahan atau kebalikannya bila diperlukan. Secara kasar, hasil ini dapat dibandingkan dengan
prinsip aljabar a/b=ab
yang
mengkonversikan hasil bagi menjadi hasil kali. Kita gunakan bentuk ini untuk
membuktikan:
Corollary
5.
Ì ab , asalkan a¹b
Bukti. Misalkan c memenuhi (cab). Menurut
corollary 4 dan teorema 3,
= a / c Ì ac = ab
Relasi
garis berarah a/b dan
pada garis ab ditunjukkan dalam diagram ( gb10.7).
Gambar
10.7
Corollary
4 memiliki dua akibat tambahan yang berhubungan dengan bentuk garis berarah
‘panah’ dan ‘pecahan’.
Corollary 6. jika
= p/b maka
= p/a
Bukti.
a Ì
=p/b. jadi (apb) dan corollary 4 secara tak langsung menyatakan
=p/a.
Corollary 6 menyatakan bahwa jika
arah a dari p berlawanan dengan arah b, maka arah b dari p berlawanan dengan
arah a. diekspresika nsecara formal, bentuk ini merupakan prinsip transposisi
karena mempertukarkan a dan b dalam hubungan
= p/b untuk memperoleh
= p/a.
Corollary
7.
= pb jika dan hanya jika p/a dan p/b.
Bukti. misalkan
=
= p/x.
menurut corollay 6, px =p/a dan px =p/b. jadi p/a=p/b.
Konversinya,
misalkan p/a =p/b = py . Menurut corollay 6,
= p/y dan
=p/y sehingga
=
8. Garis berarah yang berlawanan
Maksud garis
berarah yang berlawanan didasarkan atas ide arah yang berlawanan dari suatu
titik. Muncul pada pembelajaran geometri dalam bentuk sisi sudut lurus. Penting dilakukan dalam
pembelajaran geometri sebagai lawan dari
bilangan. Misalnya, -5 dan 5 adalam aljabar.
Definisi diberikan dengan menggunakan
analisis diagram yang sudah dikenal (gb 10.8) yang
berhubungan dengan konsep keantaraan.
Definisi. Garis berarah R, R’ adalah berlawanan
jika kedua garis tersebut memiliki titik ujung yang sama p, dan p diantara
setiap titik R dan setiap titik R’.
Teorema
6. misalkan R, R’
memiliki titik ujung yang sama p. misalkan ada
titik a dalam R, dan titik b dalam R; sedemikian sehingga (apb). Maka p
diantara setiap titik R dan setiap titik
R’, sehingga R dan R’ berlawanan.
Bukti.
misalkan xÌ R, yÌ R’; kita
tunjukkan (xpy). Karena aÌ R, bÌ R’,
maka
(1) R=
=
(2) R’=
=
Kita akan mengeleminasi a, b dalam
(1), (2) untuk memperoleh relasi yang melibatkan x,y, p. (apb) secara tak
langsung menyatakan (teorema 5, corollary 4)
(3)
=p/b
(1) dan (3) menghasilkan
(4
=p/b) dan kita telah mengeleminasikan a. persamaan
(4)secara tak langsung menyatakan (teorema 5, corollary 6)
(5)
= p / x
persamaan (2) dan (5) secara tak langsung menyatakan
=p/x dan b
dieliminasi.Jadi, yÌp/x sehingga (ypx) dan
(xpy). Untuk melengkapi
bukti, perhatikan bahwa R, R’ berlawanan dengan definisi.
Corollary
1.garis berarah
dan p/a berlawanan dan p diantara sebarang dua titik terhadap garis berarah
tersebut.
Bukti. misalkan xÌp/a. maka (xpa). Karena xÌp/a dan aÌ
, hasilnya mendekati teorema tersebut.
Corollary
2. anggaplah (apb). Maka
p/a dan p/b berlawanan dan p diantara sebarang dua titik dari garis berarah
btersebut.
Bukti. (apb) ,secara tak langsung menyatakan aÌp/b dan bÌp/a. karenanya teorema berlaku.
Corollary
3. sebarang pasangan
garis berarah yang berlawanan akan saling asing
Bukti. anggaplah R, R’ merupakan garis berarah
yang berlawanan dan titik x dimiliki bersama oleh R dan R’ .maka menurut
definisi garis yang arahnya berlawanan ( xpx) untuk titik ujung p yang dimiliki
bersama, yang kontradiksi dengan
B3.1.
Corollary
4. tidak ada garis
berarah yang berlawanan dengan dirinya sendiri
Bukti. dengan menggunakan corollary 3, karena
tidak ada garis berarah yang merupakan himpunan kosong. Corollary terakhir agak
kurang akrab didengar dan agak aneh, tetapi tidaklah trivial. Jenis sifat ‘inrefleksif’ ini terjadi
dalam banyak situasi; dalam aljabar tidak ada bilangan yang kurang dari dirinya
sendiri; dalam geometri, tidak ada garis yang tegak lurus terhadap dirinya
sendiri; dan dalam soologi zertebrata, tidak ada makhluk hidup yang menjadi
orang tua sendiri.
9.
Konsep Pemisahan
Pemisahan merupakan salah satu ide terpenting
geometrik dan terakar pad intuisi geometrik. Sebagai satu contoh, pertimbangkan
pernyataan intuitif yang dikenal, titik
p dari garis L memisahkan L menjadi dua bagian atau sisi S, S’.
kedengarannya seperti pernyataan, pisau membagi sepotong roti menjadi dua
bagian. Tetapi kemiripan dalam intinya hanya berhubungan dengan
pendengaran. Untuk titik dan garis
adalah pemisahan dan kita tidak dapat mendefinisikan pemisahan geometric
sebagai proses fisik, meskipun dihubungkan dengan proses fisik. Tambahan pula,
titik p berada pada garis L, pisau, tidak berada dalam roti. Titik tidak
melakukan apapun pada garis, seperti pisau, roti-pemisahan geometris bukan
proses sama sekali, intisarinya harus ditentukan dalam interrelasi tertentu
dari empat objek; p, L, S, S’ ( gb 10.10).
Gambar
10.10
Bagaimana
p, L, S, S’ diinterrelasikan? Tentu saja relasi tersederhana
diantaranya adalah bahwa L diperoleh oleh S, S’ dna p; kita tidak
ingin kehilangan bagian dari L dalam analisis konsep pemisahan. Jadi, kita perlu
(a) L = S È S’Èp
Tambahan
pula, anggaplah S, S’ ¹ Æ. Jika pisau membagi dua roti, kita katakan roti
dipisahkan tetapi satu dari komponen pasti kosong. Sekarang kita perlukan (b) S, S’, p
saling asing. Untuk ‘pemisah’, p seharusnya tidak milik sesuatu, S, S’ yang
memisahkannya, dan untuk selanjutnya ‘dipisahkan’ oleh p sebaiknya tidak saling
tumpang tindih.
Kondisi
(a) dan (b) tidak cukup menjamin pemisahan, karena gagal mengindikasikan bahwa
p memiliki peran berbeda dari S dan S’. titik p dikarenakan ‘pemisah’ atau ‘penghalang’ untuk S dan
S’; kita katakan ini berarti (c)
p diantara setiap titik dari S dan setiap titik dari S’ kondisi (a), (b) dan
(c) tampak efisien untuk mengkarakteristikan ide pemisahan dan harusnya
menghasilkan definisi yang lebih masuk akal. Akan tetapi, jika lebih diinginkan
penggunaan prasa ‘p memisahkan L menjadi S, S’, jadi lebih
diinginkan meniadakan kemungkinan bahwa p bisa saja memisahkan S dan S’menjadi
himpunan yang lebih kecil. Kita inginkan S, S’ menjadi komponen
‘terakhir’ dari L, yakni S, S’ tidak dipisahkan oleh p. jadi,
kita perlu (d) p tidak berada antara dua titik S atau S’ Kita
ambil (a), (b), (c) dan (d) untuk mengkarakteristikan ide bahwa titik p
memisahkan garis L menjadi himpunan tak kosong S, S’. Akan
tetapi, analisis kita valid hanya dalam situasi lain; jika kita pakai, sebagai
contoh, pada pemisahan segmen menjadi dua segmen dengan menggunakan satu dari
titiknya. Jadi kita akan
diperkenalkan pada hal berikut ini.
Definisi, kita katakan titik p memisahkan himpunan
titik A menjadi himpunan tak kosong S dan S’ jika kondisi berikut
ini terpenuhi;
i. A= S
ÈS’Èp
ii. p
berada antara setiap titik S dan setiap titik S’
iii. p
tidak berada antara dua titik S atau S’
iv. S , S’, p saling
asing
Kondisi (iv) terhubung langsung dengan (i) dan
ditempatkan terakhir karena pada prakteknya seringkali lebih mudah dibuktikan
setelah kondisi lainnya dibentuk.
10.
pemisahan garis oleh salah satu titiknya
Dalam memformulasikan teorema pemisahan untuk
titik p dan garis L, jelaslah himpunan pemisahan merupakan garis
berarah, tetapi tidak ada cara yang sederhana dalam menspesifikasikan garis
berarah sehubungan dengan p dan L. jadi kita ambil L sebagai
bentuk ab dan asumsikan bahwa titik p memenuhi ( apb) . Maka kita dapat
mengidnetifikasi himpunan pemisahan sebagai garis berarah p/a, p/b. Jadi, kita
nyatakan
teorema
7. ( pemisahan garis).
Anggaplah ( apb), maka p memisahkan ab menjadi p/a dan p/b.
bukti. perhatikan p/a dan p/b bukan kosong (
teorema 3). Kita harus membuktikan;
i. ab=p/aÈpÈp/b
ii. p
berada antara setiap titik dari p/a dan setiap titik dari p/b
iii. p
tidak berada antara dua titik dari p/a dan dari p/b
iv. p/a, p/b, p saling asing
bukti.
( i). misalkan S =p/aÈpÈp/b. kita buktikan ab= S dengan menunjukkan S Ìab dan abÌ S. ( apb) secara tak langsung menyatakan ab=pa=pb. Menurut teorema 3,
p/a Ìpa, p/bÌpb. Jadi p/a, p/b Ìab. Karena p/a Ìpa=ab, maka p/aÈpÈp/bÌb atau SÌab.
Konversinya,
anggaplah xÌab. Jika x=p tentu xÌ S. jika x¹p maka ( apb) secara tak langsung menyatakan p¹a,b,x dan p kolinier dengan a,b,x. jadi, menurut B4, (apb) secara
tak langsung menyatakan ( apx) atau ( bpx), sehingga xÌp/a atau xÌp/b. dalam kasus lain, xÌ S. jadi abÌ S, sehingga ab= S.
Bukti (ii). Dengan menggunakan corollary 2 dari
teorema 6, (apb) secara tak langsung menyatakan p berada antara setiap titik
dari p/a dan setiap titik dari p/b
Bukti (iii). Anggaplah p antara titik x,y dari
p/a. dengan menggunakan teorema 6, p/a berlawanan dengan p/a, yang kontradiksi
dengan corollary 4 dari teorema 6. hal serupa berlaku pula untuk p/b.
Bukti (iv). pËp/a, p/b menggunakan teorema 3. dengan (ii), p/a,
p/b berlawanan, karenanya saling asing menurut corollary 3 dari teorema 6.
Corollary
1. (pemisahan garis).
Teorema berlaku jika kita gantikan p/a, p/b
dengan
,
.
Bukti. (apb) secara tak langsung menyatakan
p/a=
, p/b =
menggunakan corollary 4 pada teorema 5.
Mudah
dibayangkan bahwa titik p dari garis L dapat memisahkan L menjadi dua himpunan yang bukan garis berarh-atau p
dapat memisahkan L menjadi garis
berarah dengan dua cara yang berbeda. Hal ini tidak dapat terjadi
seperti yang kita buktikan dalam
Corollary
2. (keunikan pemisahan).misalkan
pÌ
L. maka p memisahkan L secara unik menjadi
dua himpunan; dan himpunan ini merupakan garis berarah dengan titik ujung p yang sama .
Bukti. anggaplah p memisahkan L menjadi S,
S’. menurut definisi (subbab 10)
L= S È S ‘Èp
Dengan
suku bagian kanan saling asing dan S, S’ ¹ Æ. Misalkan aÌ S, bÌ S’. menurut
definisi,
(apb). Jadi p memisahkan L menjadi pa , pb menurut
corollary 1. Kita tunjukkan
S =
, S ‘=
. misalkan xÌ S maka bÌ S’ secara tak langsung menyatakan (xpb). Karenanya
xË
, untuk p bukan antara dua titik dari
. Karena x¹p, kita simpulkan xÌ pa . dengan mempertukarkan a, b dalam argumen, maka
kita peroleh S’=
. Jadi, S, S’ secara unik ditentukan dan merupakan garis
berarah dengan titi kujung p. akhirnya,
untuk menunjukkan bahwa p memisahkan L menjadi dua himpunan, perhatikan
bahwa (cpd) berlaku untuk beberapa pasang titik c, d, dari L dan gunakan
teorema atau corollary 1. Kita peroleh dekomposisi garis yang cukup penting;
Corollary 3. (dekomposisi garis) jika a¹b,
ab=a/bÈaÈ
, dan a/b, a,
saling asing
bukti. dengan mengunakan B5, ada titik x
sedemikian sehingga (xab). Jadi teorema
secara tak langsung menyatakan ab=xb=a/bÈaÈa/x, dengan a/b, a/x saling asing. Hasil terbukti karena (xab) secara tak
langsung menyatakan a/x=
dengan
menggunakan corollary 4 pada teorema 5.
Dekomposisi serupa berlaku untuk garis berarah;
Corollary
4. (dekomposisi garis
berarah) jika a¹b
=
ÈbÈb/a, dan
, b, b/a saling asing.
Bukti. corollary 3 dan teorema 4 secara tak
langsung menyatakan
ab=a/bÈaÈ
ab=a/bÈaÈ
ÈbÈb/a
dengan menyamakannya maka
(1) a/bÈaÈ
= a/bÈaÈ
ÈbÈb/a
karena
suku pada bagian kiri dari (1) saling asing, seperti suku pada sebelah kanan,
kita dapat
menghilangkan suku yang sama dalam (1) dengan menggunakan prinsip
kanselasi
dari sub bab 6, dan memperoleh
=
ÈbÈb/a, dengan suku pada bagian kanan tetap saling
asing. Signifikansi dari formula ini
adalah bahwa ab dilalui dengan bergerak dari a menuju b, melewati b, dan tetap bergerak
hingga tidak berujung dari a. kadangkala
digunakan sebagai definisi dari
.
Definisi tripartit yang demikian agak janggal,
tetapi digunakan untuk pembelajaran garis berarah dengan bentuk pa (teorema
5, corollary 1).
Corollary
5. anggaplah a¹b. maka x Ì
jika dan hanya jika (axb) atau x=b
atau (abx).
Bukti. corollary ini merupakan pernyataan ulang
corollary 4 dimana
dan b/a digantikan oleh definisinya.
Corollary
6. (abc) secara tak
langsung menyatakan
=
dan a/b =a/c.
Bukti. dengan menggunakan corollary 5,(abc) secara
tak langsung menyatakan bÌ
. Maka
=
( menurut teorema 5, corollary 2), dan a/b =a/c terbukti (toerema 5, corollary 7).
11.
Pemisahan segmen oleh salah satu titiknya
perlakuan kita
bergantung sepenuhnya pada teorema pemisahan garis dan corollarynya.
Teorema
8 (Pemisahan segmen)
anggaplah
(apb). Maka p memisahkan
menjadi
dan
.
Gambar 10.12
Bukti. perhatikan
,
¹Æ. Kita harus tunjukkan
i.
=
ÈpÈ
ii. p
berada antara setiap titik dari
dan setiap titik dari
iii. p
tidak berada antara dua titik dari
atau dua titik dari
iv.
, p,
saling
asing
Untuk membuktikan (i), kita turunkan dua komposisi
garis ab, persamakan dua komposisi tersebut, dan kanselasikan suku yang
berlebihan. Corollary 1,4 dan 6 dari
teorema 7 secara tak langsung menyatakan
(1) ab=
ÈpÈ
(2)
=
Èa Èa / p
(3)
=
ÈbÈb / p
(4) a/p=a/b, b/p=b/a
Dengan suku pada setiap sisi kanan (1), (2) dan
(3), saling asing. Jika kita
substitusikan dari (4) menjadi (2) dan (3), dan substitusikan hasilnya
dalam (1), maka kita peroleh
ab=
Èa Èa / b È p È
Èb Èb / a
Hal ini
secara tak langsung menyatakan
(5) ab= (
È p È
)È(a / b Èa Èb Èb / a)
Dengan suku pada bagian kanan saling asing. Teorema
4 menghasilkan ekspresi lain untuk ab
karena gabungan dari suku yang saling asing, yakni
(6) ab=
È(a / b Èa Èb Èb / a)
dengan
menyamakan anggota sebelah kanan dari (5) dan (6) dan gunakan prinsip kanselasi (sub bab 6) kita peroleh
dan (i)
terbukti. Kesimpulan (ii), (iii) dan (iv) berlaku dari sifat pemisahan linier (teorema 7, corollary 1), karena
Ì
dan
Ì
dengan menggunakan
corollary
4 pada teorema 7.
Corollary
1. jika p Ì
maka
,
Ì
Corollary
2. sebarang segmen
merupakan himpunan tak hingga
Bukti. anggaplah
berhingga dan memuat tepat n titik. Misalkan p1 salah satu dari titik tersebut (
¹Æ menurut teorema 2). Dengan menggunakan corollary
1,
Ì
.Tambahan
pula, p1 Ì
,tetapi p1 Ë
dengan
menggunakan teorema 2. oleh karena itu
memuat
n-1 titik paling banyak. Serupa pula
memiliki
subset
yang
memuat n-2 titik paling banyak. Jadi kita punya bagisan segmen yangmenurun
,
,
, …
dengan setiap suku memiliki setidaknya satu titik yang kurang dari
suku sebelumnya, dan suku pertama,
, memuat n titik. Jadi
memuat
tidak ada titik, yang kontradiksi dengan teorema 2
corollary 3. sebarang garis dan sebarang garis berarah
merupakan himpunan tak hingga
bukti. sebarang garis atau garis berarah memuat
segmen sebagai himpunan bagiannya
Terbukti
bahwa goemetri insidensi berhingga seperti M4 tidak dapat ‘diurutkan’. Hal ini
merupakan pernyataan ketidakmungkinan matematis. Tidak berarti bahwa tidak
sukses dalam menentukan definisi ke-antaraan untuk titik dalam M4 yang memnuhi
B1-B5, tetapi agaknya ketidakmungkinan logis yang seharusnya memang ada.
12.
Himpunan konveks
Himpunan konveks membentuk salah satu tipe bangun
yang paling menarik dan dikenal. Ide
himpunan konveks adalah konsep penyatuan yang penting dalam geometri klasik;
banyak aplikasinya pada bidang matematika lainnya seperti teori permainan dan
teori program linier dan dihubungkan dengan maksud fungsi konveks dan busur
konveks dalam kalkulus.
Definisi. Himpunan titik S dikatakan konveks, jika x, y Ì S, dan x¹y selalu secara tak langsung menyatakan bahwa
Ì S.
Perhatikan bahwa sebarang garis dikatakan konveks
karena
Ì ab. Terbukti bahwa sebarang bidang adalah konveks. Himpunan kosong Æ, dan himpunan yang terdiri atas titik
tunggal memenuhi definisi tersebut (bab 8, sub bab 10). Jadi trivial bahwa
himpunan semua titik adalah konveks. Himpunan
konveks linier dasar atau satu dimensi adalah garis berarah dan segmen.
Teorema 9, sebarang garis berarah adalah konveks
Bukti ; Pertimbangkan p/a. misalkan x¹y dan x,yÌp/a. kita tunjukkan bahwa
Pembuktian
kita bergantung pada aplikasi ganda B4. pertama, kita gunakan B4 untuk p, a, x, y. kita punya p kolinier
dengan a, x, y dan p ¹a, x, y. Jadi ( apx) secara tak
langsung menyatakan ( apy) atau ( xpy) tetapi tidak keduanya. Karenanya ( xpy)
salah. Sekarang kita gunakan B4 untuk p, a, x, z. kita dapatkan p kolinier
dengan a, x, z dan p¹a, x, z (mengapa p¹z?) jadi (apx) secara tak langsung menyatakan (apz) tau (xpz) tetapi tidak keduanya. Anggaplah (xpz).
Maka dengan menggunakan corollary 1 dari
teorema 8, p Ì
Ì
.
Hal ini
secara tak langsung menyatakan (xpy) salah. Jadi (xpz) salah dan (apz) harus
berlaku.
Karenanya zÌp/a dan kita
simpulkan
Ì p/a.
teorema 10. sebarang segmen adalah konveks
Bukti. pertimbangkan
. Pertama kita tunjukkan bahwa
merupakan irisan garis berarah ab,ba dan gunakan teorema 9.
maka (teorema 7, corollary 4)
(1)
=
Èb Èb / a
=
È a Èa / b
karena
=
maka
Ì
,
. Selanjutnya sebarang titik yang dimiliki bersama oleh
dan
adalah dalam
, akrena suku b, b/a a, a/b dalam (1) adalah saling asing menurut teorema
4. Jadi
merupakan irisan dari
dan
Sekarang
dimisalkan x, y Ì
, x¹y. maka x,y Ì
sehingga
Ì
karena
konveks. Serupa pula,
Ì
. Jadi
Ì
merupakan irisan
dan
yang
membuktikan
konveks.
12.
keunikan garis yang beralawanan arah
Kita telah menghindari pengarahan pada lawan dari
garis berarah, karena kita belum membuktikan bahwa garis berarah memiliki
lawannya yang unik. Kita menangguhkan pertimbangan pertanyaan bukan karena
tidak biasanya sulit, tetapi karean bergantung pada titik tak kentara; perlu
dibuktikan bahwa garis berarah memiliki titik unjung yang unik. Anggaplah garis
berarah R memiliki titik ujung yang
berbeda p, p’. maka R dapat diekspresikan dengan R=
=
jadi
p/a dan p’/a keduanya R ynag berlawanan, agak ragu menyatakan bahwa p/a=p’a.
akibatnya, kita harus membuktikan bahwa situasi ini tidak akan terjadi. Karena
hampir tidak mungkin membayangkan bahwa suatu garis berarah memiliki dua titik
ujung yang berbeda, tampaknya mustahil membuktikan bahwa garis berarah hanya
memiliki satu titik ujung.
Tetapi pertimbangkan situasi tersebut sejenak.
Kita tidak meragukan bahwa garis berarah, seperti yang kita pahami dalam
geometri elementer, memiliki titik ujung yang unik. Agak berlawanan-kita
menyatakan bahwa sifat garis berarah yang mendasar dan menunjukkan keyakinan
yang baik dengan membuktikan bahwa postulat secara tak langsung menyatakan
sifat ini. Isunya adalah apakah kita telah memilih postulat yang sesuai-jika
tidak kita harus mengubah postulat tersebut. Jadi kita
nyatakan dan buktikan
Teorema
11. sebarang garis
memiliki titik ujung yang unik
Bukti. kita gunakan prinsip-prinsip di bawah
ini
i.
É
adalakan a¹b
ii.
Sebarang garis berarah termuat dalam garis yang unik prinsip (i) terbukti
langsung dari prinsip dekomposisi garis berarah (teorema 7,
corollary
4). Untuk membuktikan prinsip (ii), perhatikan bahwa
Ì
(teorema 5,
corollary
5). Terbukti bahwa ab hanya merupakan satu-satunya garis yang dapat memuat
karena
merupakan himpunan tak hingga (teorema 8, corollary 3). Sekarang dimisalkan
bahwa garis berarah R memiliki titik ujung p, p’. kita tunjukkan
p = p’. anggaplah p ¹ p’. misalkan a Ì R. maka (teorema 5, corollary 2).
(1) R=
=
Kita
dapatkan (teorema 5 corollary 5)
(2)
Ì pa,
Ì p'a
(1) dan (2) secara tak langsung menyatakan pa=p’a
dengan prinsip (ii). Dengan menggunakan prinsip dekomposisi garis (teorema 7,
corollary 3), diperoleh
(3) p Ì pa =
= p'a È p'Èp' / a
anggaplah
pÌ
, maka (1) secara tak langsung menyatakan pÌ
, yang
berlawanan
dengan teorema 3(ii) , karenanya (3) secara tak langsung menyatakan
p Ì p’/a. maka (pp’a), prinsip (i) dan (1)
secara tak langsung menyatakan
p'Ì
Ì
=
juga
berlawanan dengan teorema 3 (ii). Jadi pengandaian kita salah dan teorema
berlaku
benar. Sekarang tidak sulit membuktikan hasil utama berikut ini
Teorema
12. sebarang garis
berarah memiliki garis berarah yang berlawanan unik
Bukti. pertimbangkan garis berarah
. Kita tahu p/a berlawanan dengan
(teorema 6, corollary 1). Anggaplah R berlawanan dengan
. Kita tunjukkan R=p/a. menurut definisi, R dan pa memiliki titik
ujung yang sama. Menurut definisi 11, p hanya satu-satunya titik ujung dari pa
. Jadi p merupakan titik ujung yang sama dari R dan
.; dan hanya satu-satunya. Misalkan bÌR. karena aÌ
, diperoleh (bpa) menurut definisi garis berarah berlawanan. Jadi bÌp/a sehingga R =p/a (teorema 5, corollary 1) dan bukti telah
lengkap. Perhatikan peran
teorema 11 dalam pembuktian.
Karena R dan
berlawanan, kita tahun menurut definisi bahwa ada titik ujung yang sama
dari R dan
, yang berada antara setiap titik R dan setiap titik dari
. Tanpa teorema 11, kita tidak dapat menyatakan bahwa titik ujung yang sama
demikian pastilah p. kita mungkin bisa mendapatkan titik ujung tersebut jika p’
adalah titik ujung yang sama yang dimaksud, (bp’a) dan menyimpulkan bahwa R
adalah p’/a, bukan p/a.
13.
perluasan konsep urutan
Sudah dipahami bahwa relasi precedence dapat
diperluas dari relasi urutan dua suku menjadi relasi urutan yang melibatkan
tiga atau lebih suku. Hal ini dilakukan saat kita mengurutkan tiga bilangan
riil sehubungan dengan relasi ‘kurang dari’, misalnya -5 < 0< 7. Serupa pula, maksud urutan dapat diperluas dari relasi keantaraan tiga
suku untuk relasi urutan yang melibatkan empat atau lebih suku. Kita
definisikan relasi urutan empat suku sebagai berikut.
Definisi. (abcd) berarti (abc), (abd), (acd) dan
(bcd). Kita baca (abcd) sebagai
‘titik a,
b, c, d berada pada urutan abcd’.
Seperti mungkin yang diharapkan, sidat dasar
ke-antaraan dapat diperluas menjadi urutan empat-suku.. Ke-antaraan yang paling
penting untuk tujuan kita sekarang adalah versi dari B3.2 berikut ini;
anggaplah a¹b dan bahwa x
kolinier dengan dan berbeda dari a, b. maka (xab), (axb) atu (abx), ktia
perluas versi ini menajdi empat ide dalam
Teorema
13. anggaplah (abc) dan
bahwa x kolinier dengan dan juga berbeda dari a, b, c. maka (xabc), (axbc),
(abxc) atau (abcx).
Bukti. dengan menggunakan teorema 4
(1)
=a/cÈaÈ
ÈcÈc/a
Dengan
menggunakan teorema 8 (abc) secara tak langsung menyatakan
(2)
=
ÈbÈ
Èc Èc / a
karena xÌac dan x¹a, b, c, kita peroleh
x Ì a / c È
È
Èc / a
Gambar
10.15
Anggaplah
x Ì
; maka (xac). (abc) secara tak langsung menyatakan b Ì
( teorema 7, corollary 5). Karena a/c,
garis berarah berlawanan dengan
titik ujung a, a berada antara x dan b atau (xab). (xab) secara tak
langsung menyatakan (bax) sehingga x Ì
(teorema 7, corollary 5). (abc) secara tak langsung menyatakan (cba), sehingga cÌb/a. Karena
, b/a merupakan garis berarah berlawanan dengan titik ujung b, b derada
antara x dan c atau (xbc). Jadi kita peroleh
(xab), (xbc), dan (abc), yang merupakan definisi (xabc). Jadi xÌa/c secara tak langsung menyatakan (xabc).
Kasus xÌc/a adalah simetris, karena hipotesis adalah simetris dalam a dan c,dan
dalam kasus dimana kita peroleh (xabc) yang secara tak langsung menyatakan
(abcx). Anggaplah xÌ
maka (axb), dan (bxa). Karena x Ì
(teorema 7, corollary 5). Jadi, xÌa/c secara tidak langsung menyatakan
(xabc)(teorema 7, corollary 5) . jadi xÌ
, cÌb/a secara
tak langsung menyatakan (xbc), seperti diatas. Selanjutnya (axb) secara
tak langsung menyatakan aÌx/b dan (xbc) secara tak langsung menyatakan cÌ
. Sekali lagi, seperti diatas (axc).
Kita peroleh (axb), (axc), (abc) dan (xbc) yang merupakan definisi dari (axbc). Kasus x Ì
dimetris dan menghasilkan (abxc). Teorema 13 sangat berguna dan
menghasilkan hasil yang penting dengan
urutan tiga suku seperti corollary berikut ini
Bukti. Tunjukkan bahwa d kolinier dengan dan
berbeda dari a, b, c. maka teorema secara tak langsung menyatakan (dabc), (adbc), (abdc) atau (abcd). Tiga
Relasi pertama kontradiksi (bcd) dan begitu pula empat relasi akan berlaku pula. Dengan menggunakan corollary 1,
definisi (abcd) kita peroleh
Corollary
2. jika (abc) dan (bcd)
maka (abd) dan (acd). Dengan metode
serupa, kita buktikan corollary berikut ini
Corollary
3. jika (abc) dan (acd)
maka (abcd)
Corollary
4. jika (abc) dan (acd)
maka (abd) dan (bcd)
Sifat ke-antaraan lainnya akan memperumum suku ke empat dengan cara yang alami. Sebagai contoh, diberikan 4 titik
a, b, c, d, kita dapat menyatakan dua
puluh empat relasi urutan yang berbeda (abcd) dan (abdc), (acbd),…,
berhubungan dengan 24 permutasi a, b, c,
d. anggaplah bahwa a, b, c, d berbeda dan kolinier. Maka, kita dapat menyatakan
bahwa dua dan hanya dua dari 24 relasi yang akan berlaku, sebagai contoh,
(abcd) dan (dcba) atau (badc) dan (cdab). Relasi ini akan memperumum B3.2 dan teorema 1. Akhirnya, kita
catat bahwa teori urutan dapat diperluas untuk n suku untuk >3.
14.
Model Teori
Dalam mengembangkan teori dalam bab ini, kita
telah memperkenalkan istilah dasar baru antara sebagai tambahan
pada istilah titik, garis, bidang, pada teori insidensi. Jadi, suatu model teori ini akan
menjadi geometri insidensi yang diperbesar
denga nmenggunakan spesifikasi relasi ke-antaraan pada titik yang
memenuhi postulat B1-B5.
Latihan
1.
Interpretasikan ‘titik’ untuk mengartikan bilangan riil dan ‘garis’ untuk
mengartikan himpunan semua bilangan riil. Interpretasikan relasi ke-antaraan
(abc) untuk mengartikan a<b<c atau c<b<a, dengan < menunjukkan ‘kurangdari’.
Tunjukkan
bahwa B1-B4 perlu diuji. Apakah B5 perlu diuji? apa interpretasi dari ‘segmen’? atau garis berarah?
Referensi
:
Prenowitz,
W. Jordan, M. 1965. Basic Concepts of Geometry. Blaisdell Publishing
Company : Waltham , Massachusetts .
Toronto . London
Tidak ada komentar:
Posting Komentar